Akhirnya puasa sebulan romadhon
telah usai. Biasanya malam takbiran aku
ajak adikku ke masjid untuk memeriahkan acara takbiran keliling. Capek juga
berjalan mengelilingi kampong sambil mengendong adiku yang rewel karena kejauhan berjalan, kali ini
aku hanya melihat dari rumah saja. Membayangkan menggendong lagi rasanya sudah
capek duluan.
Paginya kami sholat ied di
lapangan asri. Sebenarnya jauh juga,
apalagi kalau berjalan dengan sepatu baru yang masih keras dan kaku. Pulang-pulang kakiku pasti lecet semua. Tapi
betapapun sakit dengan sepatu baru tetap juga rasanya senang sekali kalau
lebaran tiba. Kelegaan telah melaksanakan puasa sebulan penuh, baju dan sepatu
baru, dan banyak makanan. Sampai sekarang,umur ku 20 tahun lebaran bagiku tetap
menyenangkan dengan semua itu. Tapi diusiaku yang ke 20 bukan kemeriahan itu
saja yang membuat lega tapi perasaan terlahir kembali dan harapan akan
dosa-dosaku terampuni itulah yang membuat semangat untuk memulai lembaran baru. Sangatlah manusia perkataan rosululloh Saw yang mengatakan kurang lebih : sungguh merugi orang yang hari ini
sama bahkan lebih buruk dari hari kemarin, tapi beruntunglah mereka yang hari
ini amal ibadahnya lebih baik dari hari kemarin.
Satu hal yang aku tidak suka dari
rangkaian acara lebaran diusiaku sekarang ini adalah halal bi halal, berkunjung ke rumah2 tetangga dan saudara.
Sudah besar rasanya malu kalau harus berjalan beriringan dengan semua
adik-adiku dibawa. Kadang semangat untuk memaafkan jadi hilang hanya gara-gara
bapak marah2 kalau aku nggak mau ikut. Sepanjang jalan itu aku menggerutu,
apalagi setiap bertandang ke rumah2 yang ditanyakaan sama;” sekarang berapa
putranya?” Lalu bapakku menjawab dengan tertawa lebar : “baru sepuluh”. Aku
bertatapan dengan aqid adiku persis dibawahku. Bagi bapakku program keluarga berencana adalah haram.
pegangannya adalah : Janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena kamu takut miskin" bapak lebih sependapat dengan perkataan : "setiap anak membawa rezekinya masing-masing." Maka dengan bangga
bapak selalu menjawab pertanyaan tentang jumlah anaknya. Sementara aku,
mempunyai adik lagi seperti malapetaka. Kalaupun pada umumnya semua senang
menyambut kelahiran adiknya, aku bahkan tak mau melihatnya. Karena tanpa
kulihat pun sebentar lagi pasti tugas untukku sudah menanti, yaitu menjaganya, dan aku aka
tawar menawar dengan dengan ibu untuk kerjaan lainnya. Aku ingat waktu usiaku 10 tahun,
kemanapun aku pergi, adiku harus dibawa karena kalau aku bermain sementara
adiku bangun maka dia harus ikut agar ibu bisa menyelesaikan pekerjaan rumah.
Kami berjalan dari rumah ke
rumah, sampai akhirnya ke rumah terakhir dan paling ujung yang kami kunjungi,
Mbah zahidu. Malam sudah mulai larut. Rumah mbah zahidu pun sudah sepi. Bapak
mengetuk pintu dan berucap sallam,”assalamu’alaikum!” sepi sejenak tapi
kemudian terdengar jawaban, “wa’alaikum salam” serta suara kaki berjalan menuju
ke arah pintu. Seorang lelaki membuka pintu dengan tersenyum lalu mempersilahkan kami duduk lalu bergegas
ke dalam sepertinya memanggil mbah zahidu. Aku mengenalnya sebagai kakaknya
erma temenku ngaji waktu aku masih sd. Kudengar erma memanggil lelaki itu
dengan sebutan “mas ipung” . tiba-tiba aku merasa senang dan terhibur oleh
perjalanan yang tidak menyenangkan tadi. Aku menyukai cara dia tersenyum, dan
akupun menyukai gaya rambutnya, keren! Aku menunggu dia keluar lagi, berharap
bisa memandangnya sekali lagi tapi ternyata hanya mbah zahidu, mbah gil dan bu
juwar , ibunya.
Sepulang dari rumah mbah zahidu,
aku masih terbayang wajahnya. Aku jadi teringat ketika erma adiknya bermain ke rumah lalu dia
menjemput. Dia membuatku iri ingin mempunyai kakak laki-laki. Kemana-mana
diantar-jemput. Sementara aku anak pertama dari sepuluh bersaudara. Yang ada
harus menjaga, mengalah dan bertanggung jawab atas setiap kejadian. Seakan aku
telah mengenalnya lama sebelum perjumpaan tadi. aku bahkan sudah membuat penilaian terhadapnya. seketika ada segenggam harapan untuk
bisa bertemu kembali. Tapi hatikupun berkata tidak mungkin, tidak ada ruang untuk
bisa mengenalnya. Lalu dengan perlahan kubenamkan keinginan itu,
senada dengan langkahku yang mulai pelan karena capek berjalan.
waduh sayang.......ceritanya diputus jadi phe naa saa raan (kaya lagunya bang haji rhoma irama kale..)
BalasHapusalhamdulillah ada yg penasaran
BalasHapus