Sabtu, 26 Mei 2012

LEBARAN DALAM KENANGAN


Akhirnya puasa sebulan romadhon telah usai.  Biasanya malam takbiran aku ajak adikku ke masjid untuk memeriahkan acara takbiran keliling. Capek juga berjalan mengelilingi kampong sambil mengendong adiku  yang rewel karena kejauhan berjalan, kali ini aku hanya melihat dari rumah saja. Membayangkan menggendong lagi rasanya sudah capek duluan.
Paginya kami sholat ied di lapangan asri.  Sebenarnya jauh juga, apalagi kalau berjalan dengan sepatu baru yang masih keras dan kaku.  Pulang-pulang kakiku pasti lecet semua. Tapi betapapun sakit dengan sepatu baru tetap juga rasanya senang sekali kalau lebaran tiba. Kelegaan telah melaksanakan puasa sebulan penuh, baju dan sepatu baru, dan banyak makanan. Sampai sekarang,umur ku 20 tahun lebaran bagiku tetap menyenangkan dengan semua itu. Tapi diusiaku yang ke 20 bukan kemeriahan itu saja yang membuat lega tapi perasaan terlahir kembali dan harapan akan dosa-dosaku terampuni itulah yang membuat semangat untuk memulai lembaran baru. Sangatlah manusia perkataan rosululloh Saw yang mengatakan kurang lebih : sungguh merugi orang yang hari ini sama bahkan lebih buruk dari hari kemarin, tapi beruntunglah mereka yang hari ini amal ibadahnya lebih baik dari hari kemarin.
Satu hal yang aku tidak suka dari rangkaian acara lebaran diusiaku sekarang ini adalah halal bi halal, berkunjung ke rumah2 tetangga dan saudara. Sudah besar rasanya malu kalau harus berjalan beriringan dengan semua adik-adiku dibawa. Kadang semangat untuk memaafkan jadi hilang hanya gara-gara bapak marah2 kalau aku nggak mau ikut. Sepanjang jalan itu aku menggerutu, apalagi setiap bertandang ke rumah2 yang ditanyakaan sama;” sekarang berapa putranya?” Lalu bapakku menjawab dengan tertawa lebar : “baru sepuluh”. Aku bertatapan dengan aqid adiku persis dibawahku. Bagi bapakku program keluarga berencana adalah haram. pegangannya adalah : Janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena kamu takut miskin" bapak lebih sependapat dengan perkataan : "setiap anak membawa rezekinya masing-masing." Maka dengan bangga bapak selalu menjawab pertanyaan tentang jumlah anaknya. Sementara aku, mempunyai adik lagi seperti malapetaka. Kalaupun pada umumnya semua senang menyambut kelahiran adiknya, aku bahkan tak mau melihatnya. Karena tanpa kulihat pun sebentar lagi pasti tugas untukku sudah menanti, yaitu menjaganya, dan aku aka tawar menawar dengan dengan ibu untuk kerjaan lainnya. Aku ingat waktu usiaku 10 tahun, kemanapun aku pergi, adiku harus dibawa karena kalau aku bermain sementara adiku bangun maka dia harus ikut agar ibu bisa menyelesaikan pekerjaan rumah.  
Kami berjalan dari rumah ke rumah, sampai akhirnya ke rumah terakhir dan paling ujung yang kami kunjungi, Mbah zahidu. Malam sudah mulai larut. Rumah mbah zahidu pun sudah sepi. Bapak mengetuk pintu dan berucap sallam,”assalamu’alaikum!” sepi sejenak tapi kemudian terdengar jawaban, “wa’alaikum salam” serta suara kaki berjalan menuju ke arah pintu. Seorang lelaki membuka pintu dengan tersenyum lalu mempersilahkan kami duduk lalu bergegas ke dalam sepertinya memanggil mbah zahidu. Aku mengenalnya sebagai kakaknya erma temenku ngaji waktu aku masih sd. Kudengar erma memanggil lelaki itu dengan sebutan “mas ipung” . tiba-tiba aku merasa senang dan terhibur oleh perjalanan yang tidak menyenangkan tadi. Aku menyukai cara dia tersenyum, dan akupun menyukai gaya rambutnya, keren! Aku menunggu dia keluar lagi, berharap bisa memandangnya sekali lagi tapi ternyata hanya mbah zahidu, mbah gil dan bu juwar , ibunya.
Sepulang dari rumah mbah zahidu, aku masih terbayang wajahnya. Aku jadi teringat ketika  erma adiknya bermain ke rumah lalu dia menjemput. Dia membuatku iri ingin mempunyai kakak laki-laki. Kemana-mana diantar-jemput. Sementara aku anak pertama dari sepuluh bersaudara. Yang ada harus menjaga, mengalah dan bertanggung jawab atas setiap kejadian. Seakan aku telah mengenalnya lama sebelum perjumpaan tadi. aku bahkan sudah membuat penilaian terhadapnya. seketika ada segenggam harapan untuk bisa bertemu kembali. Tapi hatikupun berkata tidak mungkin, tidak ada ruang untuk bisa mengenalnya. Lalu dengan perlahan kubenamkan keinginan itu, senada dengan langkahku yang mulai pelan karena capek berjalan.

2 komentar:

  1. waduh sayang.......ceritanya diputus jadi phe naa saa raan (kaya lagunya bang haji rhoma irama kale..)

    BalasHapus
  2. alhamdulillah ada yg penasaran

    BalasHapus