Rabu, 30 Mei 2012

JAIKEM


Ini adalah rumah yang menyimpan banyak kenangan masa kecilku. Rumah dengan bagian depan berundak-undak sehingga ketika aku berdiri di depan pintu maka aku, diusiaku yang masih 10 tahun aku merasa lebih tinggi dari anak-anak yang berada di halaman rumah. Bagian dalam terdapat 4 tiang besar, yang lebar sisi-sisinya sekitar 50 cm, terbuat daari kayu jati dengan dasar penyangga jati yang terbuat dari batu yang dipahat dengan ukiran yang menarik. Pintu depan terbuat dari jati tapi dinding-dindingnya terbuat dari bambu. Masing-masing kamar hanya ditutup dengan gorden. Siapa saja bisa masuk ke kamar siapapun dan kapan saja, tidak ada pivace. Rumah itu telah mendisaignku dalam keterbukaan dan tumbuh tanpa ada rahasia. Kalau hujan turun disertai angina, maka air akan masuk dari segala penjuru. Air hujan bisa masuk lewat genteng yang bocor  atau dari dinding-dinding bambu yang celahnya melebar. Dengan demikian, maka berjejer ember menghiasi ruang-ruang dalam rumah.
Dari semua itu, yang paling aku sukai adalah pohon kersen yang ada di halaman depan rumah. Aku tidak suka buah dari pohon kersen. Menurutku buahnya yang kecil berwarna merah itu baunya tidak enak. Tapi aku suka pohonnya. Pohon kersen mempunyai cabang-cabang yang besar dan mendatar, dan tidak terlalu tinggi. Sepulang sekolah aku selalu memanjat pohon kersen, kadang aku naik dengan membawa bantal dan radio, berbaring diantara cabang-cabang yang berdekatan, menikmati semilir angin serta  daun yang bergerak diterpa angin, bahkan cabangnya yang bergerak mengikuti hembusan angina, membuatku seperti diayun ayun.
Aku menempati rumah ini dari mulai aku lahir, pemiliknya seorang janda yang tidak memiliki anak, nama sebenarnya jaikem. Seperti nama-nama anak perempuan jawa jaman dulu harus menggunakan huruf ‘m’ dibelakang namanya. Karena perempuan dulu, mulutnya harus diam maka namanya harus berakhiran ‘m’.  ketika menikah, ia lebih di kenal dengan nama suaminya cipto harjono karena perempuan dalam budaya jawa ketika menjadi istri berada dalam posisi suwargo nunut neroko katut (dalam terjemahan bebas saya : perempuan melebur menjadi milik suami, lenyap identitas diri, kebahagiaan dan penderitaan bergantung pada suami. Aku memanggilnya mbah cip, kami tinggal serumah dengannya. tubuhnya selalu harum dengan minyak cap putri duyung. sebelum semua penghuni rumah bangun, maka mbah cip lah yang pertama bangun dan mandi di pagi dini hari.
 Orang tuaku memberiku kebebasan mengekspresikan apa yang ada dalam hatiku tetapi nenek ini memberikan aturan-aturan dalam rumah. Kalau aku berjalan, maka sandal yang kupakai tidak boleh berbunyi ‘srek-srek’. Aku harus berjalan dengan meringankan langkahku. Kalau aku menutup pintu, tidak boleh dibanting. Kalau aku mandi maka tidak boleh terdengar jebar-jebur. Yang paling mengesalkan adalah, kalau aku bolak-balik makan maka beliau akan berkata: “ kalau orang lain membangun rumah, maka kamu membangun WC”.   
Kalau aku menyapu, maka tidak boleh ada debu yang tertinggal. Katanya, kalau aku menyapu tidak bersih maka suamiku akan brewokan. Kalau saja lantai rumah ini terbuat dari keramik maka rumah ini pasti terlihat berkilau, tetapi lantainya adalah lantai yang terbuat dari campuran semen, pasir dan gamping. Warnanya kuning bercak-bercak hitam. Warna kuning bercak-bercak hitam adalah warna asli lantai ini, tetapi karena sekian tahun banyak yang berlubang maka ditutuplah lubang tadi dengan campuran yang berbeda sehingga hasilnya lantai ini berhias bulatan-bulatan hitam di sana-sini.
Walaupun perempuan yang kuanggap nenek ini kadang-kadang bawel tetapi dia suka mengusap rambutku ketika aku tiduran diserambi depan. Pernah dia berkata padaku;  “aku do’akan, besuk kamu mendapat suami insinyur” aku tersenyum senang, penyakit Cinderella complex segera menyerangku. Sedikit penasaran aku bertanya padanya: “kenapa insinyur, Nek?” “ lha insinyur itu kan banyak uangnya” katanya. Hal Seperti yang kubayangkan, perempuan menikah untuk mendapatkan kenyamanan material, padahal banyak orang berkecukupan tapi tidak bahagia dalam perkawinan. Sementara mreka yang menikah berdasarkan cinta, pada akhirnya juga menderita. Lalu apakah yang dicari dalam pernikahan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar